LAPORAN PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK PERAH – BBPTU BATURADEN
Halo Sahabat Dunia Ternak, kali ini kita akan membagikan contoh lLAPORAN PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK PERAH – BBPTU BATURADEN. semoga bermanfaat dan simak terus ya gaes.
LAPORAN PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK PERAH – KUNJUNGAN BBPTU- HPT BATURADEN PURWOKERTO
BAB I PENDAHULUAN
Dewasa ini, peternakan sapi perah mulai menunjukan kemajuan. Industri persusuan yang mulai berkembang sehingga banyak perusahaan yang mulai mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Hasil produksi berupa susu yang memilki kandungan nutrien yang bermanfaat bagi tubuh, membuat banyak kalangan kini mulai menjadikan komoditi susu sebagai bahan pangan primer.
Komoditi peternakan ini, mulai menjadi objek yang manis untuk dikembangkan. Selain wilayah Indonesia yang memilki banyak lahan umbaran dan hijauan juga daerah sekitar pegunungan yang sejuk, membuat ternak perah cukup dapat beradaptasi dengan baik dan berproduksi tinggi.
Praktikum Industri Ternak Perah kali ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden (BBPTU-HPT Baturraden) yang beralamat di Jl. Raya Baturraden km. 14, Purwokerto, Jawa Tengah. Praktikum Industri Ternak Perah bertujuan untuk mengetahui berbagai manajemen-manajemen penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan usaha sapi perah.
Manfaat dari diadakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa belajar lebih terampil dan profesional sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari, karena disamping sains dan intelektual yang dikuasainya juga profesional di lapangan sehingga menjadikan mahasiswa sebagai manusia yang mampu mandiri dan mengembangkan ilmunya serta mampu memecahkan persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama di bidang usaha sapi perah.
BAB II KEGIATAN PRAKTIKUM
Kondisi Umum
Kondisi umum perusahaan meliputi sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, kondisi lingkungan dan topografi, peta lokasi perusahaan, layout, sarana dan prasarana, dan populasi ternak. Data tentang sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, kondisi lingkungan dan topografi, serta populasi ternak didapatkan melalui wawancara dan diskusi langsung dengan Kepala BBPTU-HPT Baturraden beserta stafnya. Layout serta data tentang sarana dan prasarana diperoleh dari hasil pengamatan di lokasi praktikum
Pakan
Data tentang pakan meliputi jenis pakan, frekuensi dan proporsi pemberian pakan. Data tersebut didapatkan melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
Perkandangan
Data tentang perkandangan meliputi luas area peternakan, luas kandang, dan deskripsi kandang laktasi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden dan dengan pengukuran serta pengamatan langsung di lokasi praktikum.
Manajemen Kesehatan
Data tentang manajemen kesehatan meliputi macam penyakit yang sering muncul, beserta cara pencegahan dan pengobatannya. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
Manajemen Reproduksi
Data tentang manajemen reproduksi meliputi data reproduksi sapi perah (umur dikawinkan, S/C, jarak beranak, PPM, lama bunting, dan lama kering), standarisasi, dan sistem perkawinan yang diterapkan. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
Judging
Penilaian (judging) pada BBPTU-HPT Baturraden dilakukan secara subjektif oleh masing-masing praktikan. Setiap sapi diamati oleh 3 orang. Penilaian (judging) ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap sapi perah yang diamati berdasarkan kerangka tubuh (frame), tanda-tanda perangai pemerahan (dairy strength), ambing, serta kaki belakang, dan cara berjalan.
Peremajaan
Data tentang peremajaan meliputi presentase kelahiran dan kematian dalam setahun, rasio pejantan dan betina, rate of replacement, kriteria replacement stock, rate of culling, dan sebab culling. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
Produksi Susu
Data tentang produksi susu meliputi genetik sapi perah, sistem pemerahan, interval pemerahan, lama pemerahan, rerata produksi susu per hari, total produksi susu selama laktasi, pengeringan, penanganan susu pasca panen, pengolahan susu, dan uji kualitas susu. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
Pemasaran Produk Peternakan
Data tentang manajemen pemasaran produk peternakan meliputi jenis produk yang dihasilkan, harga produk, kendala distribusi dan pemasaran, serta alur distribusi dan pemasaran. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung dengan staf di BBPTU-HPT Baturraden.
----------
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Sejarah
Awal dari berdirinya perusahaan ini adalah dari zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Pada saat itu bangunan ini dimiliki oleh Belanda (J.N.A Van Balgooy), didirikan untuk peternakan sapi perah yang nantinya akan digunakan oleh Belanda untuk pemenuh kebutuhan susu. Pada tahun 1952 diresmikan oleh Drs. Moch. Hatta sebagai Induk Taman Ternak (ITT) Baturraden dalam rangka RKI Kementrian Pertanian. Tahun 1970, Induk Taman Ternak Baturraden dirubah menjadi Unit Usaha Peternakan Baturraden. Tahun 1974, diperoleh anggaran rutin untuk rehabilitasi dengan nama Induk Pembibitan Ternak Baturraden, kemudian pada tahun1978, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 313/Kpts/009/5/1978 tanggal 25 Mei 1978 tempat ini diresmikan sebagai Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan ternak. Tahun 2002, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 290/Kpts/OT.210/4/2002, tanggal 16 April 2002. BPTHMT berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah. Tahun 2003 hingga sekarang berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 630/Kpts/OT.140/12/2003, tanggal 30 Desember 2003 berubah sebagai Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU-SP) di Indonesia. Pada tanggal 24 Mei 2013, sesuai SK Mentan RI No 55/- Permentan/OT.140/5/2013, BBPTU Sapi Perah berubah menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Baturraden (BBPTU-HPT).
Visi
Visi BBPTU-HPT Sapi Perah Baturraden tahun 2010 sampai 2014 adalah Mewujudkan institusi yang profesional dalam menghasilkan bibit sapi perah, kambing perah, dan HPT yang berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam proses mewujudkan Visi, BBPTU-HPT Sapi Perah Baturraden mengembangkan Misi.
Misi
Misi BBPTU-HPT Sapi Perah Baturraden yaitu Mengembangkan pembibitan sapi perah, kambing perah dan HPT dengan melaksanakan kebijakan di bidang pemuliaan, pemeliharaan, produksi, dan pemasaran bibit unggul sapi perah, kambing perah dan HPT dan hasil ikutannya, serta mengembangkan sumber daya manusia aparatur pelaku usaha sapi perah, kambing perah dan HPT, sarana prasarana, pembinaan, evaluasi, sistem informasi manajemen (SIM) dan pelayanan prima.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang dijalankan di BBPTU-HPT Baturraden digambarkan dalam skema berikut
Tugas BBPTU-HPT Baturraden sesuai SK Menteri Pertanian No. 630/Kpts/OT.140/12/2003 adalah melasanakan tugas pemuliaan, pemeliharaan, produksi, dan pemasaran bibit unggul sapi perah. Fungsi BBPTU-HPT Baturraden antara lain penyusunan program, rencana kerja dan anggaran, pelaksanaan kerja sama serta penyiapan evaluasi dan pelaporan, pelaksanaan pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibitsapi perah dan kambing perah unggul, pelaksanaan uji performance dan uji zuriat sapi perah dan kambing perah unggul, pelaksanaan recording pembibitan sapi perah dan kambing perah unggul, pelaksanaan pelestarian plasma nutfah, pelaksanaan pengembangan bibit sapi perah dan kambing perah unggul, pemberian bimbingan teknis pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit sapi perah dan kambing perah unggul, pelaksanaan pengawasan mutu pakan ternak, pengelolaan pakan ternak dan hijauan pakan ternak, pelaksanaan penyebaran, distribusi, pemasaran dan informasi hasil produksi bibit ungguk sapi perah dan kambing perah bersertifikat serta hasil ikutannya dan hijauan pakan ternak, pelaksanaan evaluasi kegiatan pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak unggul, pemberian pelayanan teknis pemeliharaan, produksi, pemuliaan dan pengembangan bibit sapi perah dan kambing perah unggul, pemberian pelayanan teknis penyediaan pakan dan pengelolaan hijauan pakan ternak, pengelolaan prasarana dan sarana teknis, dan pengelola urusan tata usaha dan rumah tangga BBPTU-HPT Baturraden.
Kondisi Lingkungan dan Topografi
Lokasi BBPTU-HPT Baturraden terletak di lereng gunung Slamet, 14 km sebelah utara Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Topografi BBPTU-HPT Baturraden berdiri dengan luas tanah sebesar 242 ha. Tinggi tempat 650 sampai 700 M diatas permukaan laut. BBPTU-HPT memiliki jenis tanah adalah andosol coklat kekuningan, asosiasi latosol dan regosol coklat dengan kemiringan antara 7% sampai dengan 17%. Suhu dan kelembaban BBPTU-HPT Baturraden berdiri di lingkungan beriklim tropis dengan temperatur antara 18ºC sampai 30º C kelembaban 63% sampai 80% dengan curah hujan mencapai 6000 sampai dengan 9000 mm/tahun.
Peta Lokasi Perusahaan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum, lokasi kandang sapi perah berada sangat jauh dari kota, berada di kawasan pedesaan dan lokasi dekat dengan sumber pakan ternak. Menurut Rianto (2004), lokasi kandang ternak terletak jauh dari tempat tinggal dan tidak banyak dilewati lalu lintas umum. Hal ini menunjukkan lokasi kandang sapi perah di BBPTU-HPT sesuai dengan literatur karena kandang berada jauh dari keramaian kota. Kandang yang berada. Menurut Ermawati (2007), lokasi untuk mendirikan kandang sapi perah harus memenuhi persyaratan antara lain, yaitu terpisah dari rumah, tidak berdekatan dengan bangunan umum sekolah, lokasi kandang lebih tinggi dari sekitarnya, pilih tanah yang mudah menyerap air, mudah dibuat saluran pembuangan air limbah kandang dan air tersedia cukup.
Gambar 2. Area Tegalsari di Baturraden
Berikut merupakan peta lokasi sapi perah di Baturraden bagian area Tegalsari yang memiliki luas 34,18 ha. Tegalsari memiliki luas lahar sebesar 34,18 ha dapat menampung banyak sapi perah dan hijauan pakan ternak. Luas lahan kebun dan produksi HPT (Hijauan Pakan Ternak) seluas 15 Ha, maka produksi hijauan pakan ternak sebesar 300 ton/ha/tahun.
Layout
Layout kandang BBPTU-HPT Tegalsari dibuat sedemikian rupa sesuai dengan jumlah populasi dan kebutuhannya. Perkandangan merupakan tempat tinggal ternak sepanjang waktu, sehingga pembangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak, harus bisa menjamin hidup yang sehat dan nyaman. Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang nyaman bagi ternak serta tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan tata laksana, oleh karena itu kontruksi, bentuk, atap, lantai, tempat pakan, tempat minum, serta adanya saluran drainase yang menuju bak penampung kotoran juga perlu diperhatikan (Abidin, 2002).
Menurut Ngadiyono (2012), hal pertama yang harus ditentukan dalam pembuatan tata letak kandang adalah fasilitas apa saja yang akan dibuat, berapa kapasitasnya, serta bagaimana ukuran dan bentuknya. Letak kandang dan fasilitas lainnya harus ditata sedemikian rupa, sehingga lahan yang tersedia dapat digunakan secara efektif dan efisien. Efektif dalam arti fungsi-fungsinya dapat dioptimalkan dan pengelolaan Farm mudah dilakukan. Efisien dalam arti tidak banyak lahan kosong di area peternakan yang tidak dimanfaatkan.
Gambar 3. Lay out bangunan kandang dan perkantoran di area Tegalsari
Sarana dan prasarana
Di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah terdapat sarana dan prasarana pendukung perusahaan. Sarana dan prasarana pendukung tersebut antara lain perkantoran sebagai pusat kegiatan pembibitan sapi perah, fasilitas asrama para mahasiswa atau peneliti yang melakukan kegiatan praktek, riset, magang dan sebagainya. Perusahaan juga dilengkapi dengan lahan padang rumput untuk menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun. Selain itu, dari segi perkandangan, juga dilengkapi dengan berbagai perlengkapan kandang, antara lain sapu lidi, selang air, sikat ember, gerobak, copper, milk can, timbangan susu dan pakan, keranjang, tong air, gayung, mesin pemerah, refrigerator pada setiap kandang.
Tabel 2. Sarana dan prasarana perusahaan
Jenis Alat | Jumlah (unit) |
TMR (Total Mixer Ratio) | 1 |
Mixer | 1 |
Hammer Meal | 1 |
Portebel Milking | 1 mesin 4 tabung |
Milking Parlour | 1 |
Lahan pasture | 24 Ha |
Gudang makanan ternak | 2 |
Laboraturium keswan dan kesmavet | 1 |
Kesmavet | 1 |
Cow Brush | 2 |
Masjid | 2 |
Menurut Rasyid dan Hartati (2007), beberapa perlengkapan kandang untuk ternak meliputi palungan yaitu tempat pakan, tempat minum, saluran darinase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan kandang. Fasilitas kandang juga harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang, sedangkan peralatan yang banyak digunakan meliputi sekop untuk membersihkan kotoran, sapu lidi, sikat dan kereta dorong (gerobak). Perlengkapan dan peralatan di kandang BBPTU-HPT Tegalsari sudah cukup baik dan lengkap karena sebagian besar sudah sesuai dengan literatur.
Populasi ternak
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, diketahui populasi ternak pada BBPTU-HPT Baturraden:
Tabel 1. Populasi ternak di BBPTU-HPT Baturraden di Farm Tegalsari
No | Populasi | Jumlah |
1 | Pedet | 189 |
2 | Sapi dara | 22 |
3 | Sapi induk laktasi dan kering | 322 |
4 | Pejantan | 11 |
Total Populasi | 544 |
Populasi ternak saat ini di BBPTU Baturaden mengalami penambahan karena ada dana pemerintah untuk pengelolaan perusahaan dan meningkatnya permintaan konsumen akan sapi perah yang menyebabkan populasi sedikit meningkat, apalagi dengan adanya kandang Limpakuwus yang mampu manampung 300 ekor sapi perah, untuk Farm Tegalsari sendiri mengalami sedikit penurunan karena kondisi kandang yang sedang dalam masa renovasi.
—
Pakan
Jenis pakan
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakanoleh hewan. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman, dan kadang-kadangberasal dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman et al., 1991). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi duakelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum.
Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekorhewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatantubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi. Darmono (1993) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanamanataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998).
Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998). Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji-bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi-umbian.
Konsetrat adalah suatu bahan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar yang rendah dan mudah dicerna, mengandung pati, maupun protein tinggi, sehingga nilai nutrien yang terkandung pada konsentrat lebih baik dari pada hijauan. Konsentrat berdasarkan sifat karakteristik fisik dan kimianya, serta penggunaannya dapat digolongkan ke dalam kelas empat dan lima. Kelas empat adalah konsentrat sumber energi sedangkan kelas lima adalah sumber protein. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan protein kasar kurang dari 20 %. Konsentrat sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18 % atau dinding sel kurang dari 35 % dan kandungan protein kasar lebih besar dari 20 % (Agus, 2008). Konsentrat secara umum merupakan bahan lokal yang diolah sendiri.
Tabel 3. Bahan pakan konsentrat yang digunakan d BBPTU Baturaden
No. | Bahan pakan | Asal |
1. | Pollard | Cilacap |
2. | Bungkil kelapa | Majenang, Cilacap |
3. | Bungkil kedelai | India |
4. | Corn Gluten Feed (CGF) | Banyumas, Jawa Tengah |
5. | CornGluten Meal (CGM) | Banyumas, Jawa Tengah |
6. | Gaplek | Banjarnegara |
7. | Mineral (Vitamin) | Cilacap |
8. | Mineral block | Turki |
Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan). Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara permanen ataupun temporer.
Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternaksebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikandengan perbandingan 60:40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yangdiberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan hijauanyang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64:36 (Siregar 2008).
Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari hanya beberapa/sedikit jenis saja. Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh pada saat suhu tanah mencapai 4 sampai 6°C (musim bunga) yang mencapai puncak pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi pada saat musim hujan.
Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung pada banyak hal diantaranya adalah spesies tanaman, umur tanaman, iklim dan pemupukan, sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Tanaman yang masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75 sampai 90% dan menurun pada tanaman yang tua (65%).
Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai bahan yang mudah larut dalam air yang umumnya disimpan dalam batang, sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropik umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larutdalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah(<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal daerah temperate (>7%). Kandungan nutrisi hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan basah/segar (silase).
Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan BK menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi BK berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al., (1991) palatabilitas pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil untuk komposisi hijauan yang diberikan pada ternak adalah menggunakan rumput Gajah (Panicum maximum) dan Gamal (Gliricidia maculata). Konsentrat yang dibuat sebagai ransum biasa dibuat menggunakan mesin mixing dengan mencampurkan seluruh bahan pakan, kemudian ransum jadi yang telah tercampur secara homogen kemudian di packing dengan menggunakan karung dengan komposisi 25 kg ransum yang telah siap disimpan dalam gudang pakan, jika diperlukan ransum kemudian diberikan bersama campuran hijauan yang telah di mixing menggunakan mesin TMR (total mix ration).
Frekuensi dan Proporsi pemberian
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil untuk frekuensi pemberian pakan adalah sebanyak dua kali dalam sehari. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan pada pukul 07.00 WIB dan pada pukul 14.00 WIB dilakukan pembersihan tempat pakan dan minum terlebih dahulu, setelah itu baru kemudian pemberian pakan. Proporsi yang diberikan antara pagi dan sore sama yakni dengan ratio 50:50. Tabel di bawah ini merupakan prporsi pakan yang diberikan untuk beberapa jenis ternak berdasarkan umur.
Tabel 4. Proposi pemberian pakan pada sapi perah berbagai umur
Pemberian | Proporsi |
Laktasi | 60 Kg |
Kering | 60 Kg |
Dara | 40 Kg |
Pedet (calf starter) | 10 Kg |
(3 – 4 bulan) | 15 – 20 Kg |
(dara – 6 bulan) | 40 Kg |
Pejantan | 40 Kg |
Ternak dewasa atau ternak yang sedang berproduksi tinggi, biasanya diberikan pakan tambahan dimana pemberian konsentrat yang biasanya 5 kg, diberi tambahan sebanyak 2 sampai 3 kg bahan pakan. Hal ini dilakukan agar menunjang produksi dan kualitas susu dari ternak perah. Tambahan lain yang biasanya diberikan adalah legum sebanyak 3 kg.
Selain hijauan dan konsentrat sebagai bahan pakan, terdapat pula bahan pakan tambahan lain yakni, additif pakan biasanya berupa mineral block yang berasal dari Turki, garam, vitamin A,D,E dan injeksi kalsium. Aditif pakan ini berfungsi untuk meningkatkan seleksi dan konsumsi pakan, membantu proses pencernaan dan absorpsi zat pakan, membantu proses metabolisme, dan untuk pencegahan penyakit dan kesehatan ternak.
Pakan hijauan yang berupa rumput gajah dan sebangsanya berasal dari lahan Hijauan Pakan Ternak BBPTU Tegalsari Farm Batrurraden. Lahan seluas 15 Ha ditanami dengan berbagai spesies tanaman rumput dan legum bagi pakan ternak. Pemangkasan rumput dilakukan setelah berumur 44 hari, dimana setiap m2 lahan, dapat menghasilkan sedikitnya 4 kg rumput. Namun, keadaan produksi sedemikian belu dapat mencukupi kebutuhan ternak sehari-hari karena setiap harinya diperlukan tidak sedikit 60 kg rumput bagi tiga area Farm, sehingga selalu dilakukan penyulaman lahan agar terus diprodukdi HPT. Pemangkasan dilakukan setelah berumur 2 minggu dan setelah dilakukan pemupukan dari pupuk kandang. Pupuk yang diperlukan bagi 1 Ha lahan hijauan adalah sebanyak 250 sampai 300 kg kotoran. Tanaman yang telah cukup umur kemudian dipangkas dan disimpan selama 1 hari untuk pelayuan. Tujuan pelayuan adalah mengurangi kadar air yang terdapat pada tanaman.
baca juga : 10 Rekomendasi Sewa Mobil Lampung Terbaik
—
Perkandangan
Luas Area Peternakan
Praktikum industri ternak perah dilaksanakan di BBPTU sapi perah Baturaden tepatnya di kandang Tegal Sari. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pengamatan pada kondisi kandang yang ada di BBPTU. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap jenis-jenis kandang, luas kandang, luas area peternakan dan gambaran umum terhadap perkandagan di BBPTU Baturaden. Pengamatan kandang dilakukan pada hari pertama ketika tiba di Baturaden.
Informasi mengenai luas area peternakan diperoleh melalui hasil diskusi dengan karyawan BBPTU. Berdasarkan hasil diskusi, dapat diketahui bahwa luas area peternakan di BBPTU sapi perah Baturaden Tegal Sari seluas 34,18 Ha. Luas area peternakan tersebut meliputi ladang HMT, gudang pakan, tempat pemerahan, laboratorium, kantor karyawan, ruang istirahat pekerja, kandang koloni, kandang tambat, kandang freestall, dan kandang umbaran (range).
Informasi mengenai luas kandang diperoleh dari hasil diskusi dengan karyawan BBPTU. Berdasarkan hasil diskusi, dapat diketahui bahwa kandang freestall seluas 1680 m2/72 ekor ternak laktasi. Sedangkan kandang tambat mempunyai luas 2796,8 m2.
Informasi mengenai diskripsi kandang diperoleh melalui pengamatan secara langung terhadap masing-masing kandang yang meliputi jenis kandang, bahan kandang, arah kandang, dan atap kandang. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa jenis kandang yang ada di BBPTU ada 3 jenis, yaitu kandang umbaran, kandang tambat, dan kandang freestall. Kandang umbaran berupa pedok-pedok yang dibatasi dengan pagar besi.
Kandang tambat
Kandang tambat terbuat dari bahan semen dengan arah kandang dari barat ketimur, serta tipe atapnya monitor. Bedanya, pada kandang tambat, sapi diikat dengan pola tail to tail. Kelemahan pada jenis kandang ini, sapi tidak bisa bergerak secara bebas serta membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
Kandang freestall
Kandang freestall, sapi tidak diikat dan dibiarkan bebas berkeliaran didalam kandang. Kandang tipe ini menyediakan tempat khusus untuk sapi beristirahat yang tempatnya lebih tinggi. Selain itu pada kandang tipe ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit karena pembersihan kandang lebih mudah. Kandang freestall yang juga terbuat dari bahan semen, mengarah dari barat ketimur, dan jenis atap monitor.
Menurut Ambo Ako (2012), jenis kandang sapi perah yang dikenal di Indonesia ada 6, yaitu kandang sapi dewasa (sapi laktasi) dengan ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara. Kandang pedet, ada 2 macam yaitu individual dan kelompok, untuk kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat 1 m. Ukuran kandang untuk 0 sampai 4 minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 sampai 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 sampai 8 minggu dengan ukuran 1 m2/ekor dan pada umur 8 sampai 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Satu kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat makan dan tempat air minum.
Kandang sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang. Pagar halaman terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan diameter 7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu, perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton. Perlengkapan lain yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain. Pemberian ransum harus dilakukan dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
Kandang kawin atau tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin panjang 110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke dalam tanah sedalam 50 sampai 60 cm dan dibeton supaya kokoh.
Kandang isolasi atau kandang darurat, biasanya kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang sakit. Tempat ini digunakan untuk sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm dan tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan penyakit tidak mudah menular.
Kandang melahirkan memilki ukuran 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi dewasa. Lantainya miring ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar. Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut-sudut dinding dibuat melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar bangunan harus disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens). Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion barn), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini terdiri dari kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah yang sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat memerah dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall pada prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya cukup untuk satu ekor (Farhan, 2008).
Menurut Ade (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis kandang untuk pembibitan sapi perah di Satker Pagerkukuh. Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk siap kawin maupun kering masih bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan kondisi masing-masing ternak, sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat ternak dalam satu kandang. Kandang Induk berkapasita 50 ekor sedangkan sapi dara dipisahkan dari kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri dengan kapasitas 25 ekor. Pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari induknya dan ditempatkan dalam kandang khusus pedet yang berkapasitas 10 ekor dalam kandang bersekat individu dengan luas 3 sampai 5 m2/ekor.
—
Manajemen Kesehatan
Penyakit dan pencegahan
Penyakit yang sering menyerang sapi perah di Tegal Sari Farm diantaranya adalah mastitis, brucellosis, diare, foot rot, dan milk fever. Penyakit yang sering membuat produksi susu menurun adalah mastitis, kemudian kejadian yang sering terjadi setelah sapi perah beranak adalah milk fever. Penyakit pada sapi perah mempunyai pengaruh yang sangat merugikan karena dapat menurunkan produksi susu dan komposisinya. Tingkat pengaruh penyakit terhadap penurunan produksi susu ditentukan oleh jenis dan ganasnya penyakit sehingga dapat menimbulkan menurunnya nafsu makan dan dapat menimbulkan akibat yang sangat drastis (Soetarno, 2000).
Mastitis.
Mastitis merupakan peradangan pada ambing bagian dalam. Mastitis bersifat kompleks karena penyebabnya sangat beragam dintaranya adalah bakteri, kapang, khamir, serta virus. Cara yang tepat untuk pengobatannya adalah dengan pemberian antibiotik. Cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis adalah dengan terus menjaga kebersihan kadang, sehingga berbagai macam mikrobia yang berbahaya tidak berkembang (Subroto, 2003).
Salah satu penyakit yang langsung menurunkan produksi susu dan komposisinya adalah penyakit mastitis. Penyakit lain yang dapat menurunkan produksi susu secara tidak langsung adalah penyakit reproduksi karena memperpanjang calving interval. Obat yang dapat meningkatkan produksi susu adalah thyroprotein atau iodinated-casein mempunyai pengaruh seperti halnya pada thyroxine, mempertinggi sekresi hormon prolaktin dengan pemberian dilakukan sekitar 40 hari sesudah partus sewaktu produksi mulai turun (Soetarno, 2000).
Mastitis dapat menyebabkan perubahan fisik, kimia, dan bakteriologi dalam susu serta perubahan patologi dalam jaringan glandula mammae. Perubahan yang kelihatan dalam susu meliputi perubahan warna, terdapat gumpalan dan munculnya leukosit dalam jumlah besar (Hungerford,1990). Pencegahannya dengan melakukan sanitasi terhadap kandang dan ternak, agar meminimalkan kontaminasi virus dan bakteri pada ambing sapi. Menurut Murti (2007), apabila sapi perah sudah terkena mastitis maka pengobatannya dengan penisilin, tetrasiklin, sulfonamida, dan steptomisin yang dapat digunakan untuk melawan mikrobia penyebab mastitis.
Brucellosis.
Brucellosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Brucella adalah bakteri yang berbentuk batang halus berukuran panjang 0,5 sampai 2,0 µ dan lebar 0,4 sampai 0,8 µ. Bakteri ini tidak bergerak, tidak berspora, bersifat aerob dan parasit intraseluler yang dapat hidup dalam sel makrofag serta sel epitel induk semang. Kemampuan ini yang menyebabkan pengobatan memakai antibiotik kurang efisien dan efektif serta pemeriksaan bakteriologis yang sulit karena kuman jarang beredar di darah.
Penyebaran penyakit Bucellosis pada sapi telah dilaporkan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia yang setidaknya telah dilaporkan menyebar ke-26 propinsi, termasuk juga BPPTU-HPT Baturraden tempo lalu. Penularan langsung terjadi bila sapi menjilat atau terjilat sisa kelahiran tersebut. Bakteri yang dikeluarkan bersamaan dengan kelahiran tersebut mampu menularkan lagi hingga 600 ekor sapi lain. Umumnya tingkat penularan tertinggi terjadi selama satu bulan sejak induk penderita mengalami keguguran atau melahirkan. Selanjutnya bakteri akan bersembunyi di dalam persendian, kelenjar limfe (khususnya supramaria) dan kelenjar susu (Subronto 2003). Setelah itu infeksi akan mengalami penurunan pada hari ke 48 hingga ke 90. Pada saat ini kuman Brucella tidak dapat diisolasi dari darah atau uterus tidak bunting. Selama proses penyakit berlangsung, hewan secara klinis nampak sepenuhnya sehat dan lesi yang timbul bersifat ringan. Pernyataan tersebut menyebabkan akses maupun kunjungan ke BPPTU-HPT Baturraden di tutup.
Brucellosis pada sapi jantan dapat terjadi tanpa memperlihatkan gejala klinis walau pembesaran tetes akibat epididimis dan orchitis terjadi. Diagnosa penyakit umumnya dilakukan berdasarkan isolasi kuman Brucella yang dikonfirmasikan dengan pengujian bakteriologi seperti uji biokimia dan uji serologis. Uji serologis merupakan teknik diagnosa yang umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Complement Fixation Test (CFT). Sementara itu teknik diagnosa Enzymelinked lmmunosorbent Assay (ELISA) adalah teknik diagnosa yang paling sensitif untuk uji brucellosis .
Diare.
Kasus diare biasa ditemukan pada pedet yang masih menyusu. Ketika pedet pindah dari kolostrum ke susu maka pedet biasanya terserang diare. Selain itu juga diare disebabkan oleh bakteri di saluran pencernaan. Diare yang disebabkan oleh bakteri dapat diatasi dengan penggunaan antibiotik.
Penyakit yang umum pada pedet adalah diare dengan tanda-tanda mata sayu, kelesuan dan kadang-kadang temperatur dan frekuensi pernafasan naik yang disebabkan karena sebab mekanik, makanan dan infeksi. Pedet yang diberi minum terlalu cepat atau air susu dingin atau mengidap gumpalan rambut di alat pencernaannya sering diare. Penanganannya adalah dengan cara memuaskan pedet selama 24 jam dan kemudian diberi minum air susu sedikit demi sedikit yang telah dicampur dengan air hangat (temperatur tubuh). Feses pedet biasanya berwarna putih kapur dan sangat berbau. Infeksi penyakitnya dapat melalui mulut dan kadang-kadang melalui pusar. Penggunaan antibiotik dalam makanan pedet dapat mengurangi penyakit mencret pedet karena infeksi (Reksohadiprodjo, 1994).
Foot Rot.
Foot rot merupakan penyakit radang kuku atau kuku busuk. Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Adapun tanda-tanda penyakit Foot rot, yaitu: mula–mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; kulit kuku mengelupas; tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh. Pencegahan dan pengobatannya yaitu dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.
Milk fever.
Milk fever merupakan penyakit yang disebabkan akibat kondisi malnutrisi (kekurangan nutrisi). Penyakit ini sering menyerang sesaat setelah sapi beranak. Menurut Murti (2007), tanda-tanda ternak mengalami milk fever adalah ternak jatuh tidak mampu menyokong tubuhnya setelah beranak. Hal tersebut terjadi karena mineral-mineral di dalam tubuhnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan janin yang dikandungnya. Kekurangan mineral tersebut dikarenakan pakan yang diberikan tidak mengandung cukup banyak mineral yang dibutuhkan. Pencegahan penyakit ini dimulai ketika dara bunting sampai sebelum beranak. Dara bunting diberi suplementasi mineral untuk mencegah penyakit metabolik seperti milk fever.
Pencegahan penyakit di BBPTU-HPT Baturraden adalah dengan melaksanakan kegiatan biosecurity. Biosecurity di BPPTU-HPT Baturraden dilakukan dengan penyemprotan desinfectan di beberapa tempat. Menurut Fadilah dan Fatkhuroji (2013), setiap komoditas peternakan memiliki permasalahan tersendiri dalam proses budidayanya. Tidak terkecuali, adanya penyakit yang menyerang yang dapat menyebabkan kerugian besar, karena itu, diperlukan strategi khusus agar serangan penyakit bisa diminimalisasi, salah satunya dengan program biosecurity.
Biosecurity yang dilakukan di BBPTU-HPT adalah penyemprotan desinfectan di pintu masuk balai ini, penyemprotan di setiap kandang dan penyemprotan di tempat pemerahan susu. Desinfektan yang digunakan yaitu jenis Benzal Conium Clorida (BKC). Desinfektan ini berfungsi untuk mengurangi jumlah mikroba pembawa penyakit yang berasal dari luar atau dari lingkungan sehingga tidak menyerang ke ternak.
baca juga : 30 Alat Alat Laboratorium dan Fungsinya
—
Manajemen Reproduksi
Data reproduksi sapi perah
Data reproduksi sapi perah dapat ditunjukkan dengan data meliputi: umur pertama kali estrus, umur pertama kali dikawinkan, S/C, jarak beranak, post partum matting, days open, tanggal kawin, lama bunting dan kering. Hasil dari praktikum di Tegal Sari Farm yaitu umur pertama kali sapi dikawinkan 15 bulan dan data reproduksi sapi perah lainnya tidak diketahui.
Menurut Wuono (1994), menunjukkan di Jawa Timur, umur estrus pertama berkisar antara 14-21 bulan dengan bobot badan berkisar antara 180 sampai 270kg. Kondisi demikian dicapai dengan pemberian pakan hijauan segar antara 25 sampai 35 kg/ekor/hari, dengan suplemen dedak padi antara 0,25-2kg. Menurut Soetarno (2000), pada sapi dara sebaiknya dikawinkan pada umur 14 sampai 16 bulan atau berat badan berkisar antara 275 sampai 325 kg. Perkawinan dilakukan pada waktu yang tepat yaitu 6 sampai 12 jam setelah tanda-tanda estrus telihat. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Service per Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan (Toelihere, 1993). Beberapa penelitian lain mengenai pencapaian rata-rata angka S/C untuk sapi perah sebesar 2,75 kali (Saptono, 2011); 2,55 kali (Octaviani, 2010); 2,27 kali (Leksanawati, 2010).Calving interval adalah selang waktu antar kelahiran/beranak. CI yang baik berkisar 12 sampai 14 bulan. CI dapat mempengaruhi produksi susu. Semakin tinggi nilai CI, produksi susu per laktasi tinggi, tetapi rata-rata produksi susu perhari rendah. CI dipengaruhi oleh kawin pertama setelah beranak dan service period (Soetarno, 2000).
Post parpum mating adalah jangka waktu yang menunjukkan perkawinan atau inseminasi buatan pertama kali setelah induk melahirkan (Oktaviani, 2010). Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post partum mating pada sapi perah rata-rata 63,77±25,61 hari. Tetapi sebagian besar sapi perah kembali IB setelah partus umumnya langsung ketika birahi pertama sekitar kurang dari 60 hari. Hal ini kurang baik karena menurut Dudi (2006), umur pertama beranak, lama kering kandang, dan servis per conceptin (S/C) sapi FH adalah 3,5 tahun (3 sampai 4 tahun), masa kering 45 sampai 65 hari, masa kosong 60 hari, jarak beranak 15 sampai 16 bulan, dan S/C adalah 2.
Standardisasi sapi perah meliputi berat sapih/umur sapih, berat/umur pertama kawin, dan berat/umur pertama beranak. Hasil dari praktikum di Tegal Sari Farm yaitu umur sapih 4 bulan, berat/umur pertama kawin ternak jantan18 bulan/275 kg dan betina 15 bulan. Rata-rata umur pertama beranak ternak betina 2 tahun 3 bulan.
Menurut AAK (1995), pedet sapi perah disapih pada umur 3 sampai 4 bulan, ergantung dari kondisi pedet. Bagi pedet yang kecil dan lemah, saat penyapihan dapat ditunda sampai umur 4 bulan lebih. Penyapihan pedet perlu mempertimbangkan kondisi dan umur pedet tersebut, sebab saluran alat pencernaannya berbeda dengan sapi dewasa. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum sudah sesuai dengan literatur. Sapi dara sebaiknya dikawinkan pada umur 14 sampai 16 bulan atau berat badan berkisar antara 275 sampai 325 kg. Perkawinan dilakukan pada waktu yang tepat yaitu 6 – 12 jam setelah tanda-tanda estrus telihat (Soetarno, 2000). Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1990), yaitu umur beranak pertama yang baik antara 2,5 sampai 3 tahun. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum sudah sesuai dengan literatur.
Sistem perkawinan pada Tegal Sari Farm meliputi IB/Alami, S/C, PPE (Post Partum Estrus) dan PPM (Post Partum Mating). Metode perkawinan di Tegal Sari Farm dilakukan dengan alami dan Inseminasi Buatan (IB). Perkawinan dengan metode Inseminasai Buatan dilakukan menggunakan Frozen Semen yang berasal dari BBIB Lembang, Singosari, AS, Kanada. Perkawinan dengan metode alami dilakukan dengan pejantan yang berasal dari New Zealand. Data sistem perkawinan yang lainnya tidak diketahui.
Menurut Soetarno (2000), IB adalah teknik untuk memasukkan semen yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan bermutu genetik unggul ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi buatan mempunyai keuntungan antara lain dapat memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin dan peternak tidak harus memelihara pejantan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa perkawinan secara IB di masing-masing perusahaan dapat dikatakan berhasil.
—-
Judging
Penilaian sapi perah menyangkut pengamatan penampilan yang menghubungkan antara tipenya sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi susunya. Penilaian berdasarkan skor (scoring) biasanya dilakukan lebih dari satu hari. Untuk penilaian penampilan sapi perah dibuat kartu skor bangsa-bangsa sapi perah (Soetarno, Timan, 2003).
Judging adalah suatu usaha untuk memperoleh ternak yang diinginkan berdasarkan penilaian (scoring) terhadap penampilan eksterior ternak atau keunggulannya. Metode ini sering digunakan di lapangan oleh para peternak untuk menilai seekor ternak (Mansyur, 2010). Menurut Soetarno (2003), penilaian (judging) sapi perah menyangkut pengamatan penampilan yang menghubungkan antara tipenya sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi susunya.
Judging pada sapi perah mempunyai nilai yang berbeda setiap bagian tubuhnya sesuai proporsinya dengan nilai setiap bagian sebagai berikut; untuk tanda-tanda bentuk umum pada tubuh seperti kepala, tulang punggung, pinggul, anggota gerak, dan bentuk tubuh mempunyai nilai total 20. Tanda-tanda perangai perahan seperti sapi betina yang bagus, tulang, pinggang dan perangai dari sapi perah tersebut mempunyai nilai total 15. Penilaian terhadap tanda-tanda kondisi tubuh seperti dada, lubang hidung, kondisi badan, moncong, kulit dan perut dengan nilai 30. Proporsi nilai tertinggi pada sapi perah adalah pengamatan terhadap tanda-tanda alat penghasil susu seperti ambing susu, vena susu, vena di ambing dan puting susu dengan nilai 35.
Berdasarkan penilaian (judging) yang dilaksanakan terhadap ternak perah yang terdapat pada Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Perah Batu Raden menurut 3 praktikan untuk seekor sapi didapatkan skor ternak dengan nomor 1976 pada kandang freestall dengan penilai Tugi astuti diperoleh skor 58, kemudian ternak yang sama dengan penilai Reza Suryo diperoleh skor 63 dan penilai Ratih Chlarranita diperoleh skor 62, rata-rata skor penilaian sapi adalah 61.
Kriteria penilaian dalam kontes sapi perah didasarkan atas penilaian bentuk luar sapi perah, metode penilaian bentuk luar sapi perah, yaitu penilaian berdasarkan empat sifat utama, meliputi: Penampilan umum (general appearance) 30%, karakter sapi perah dairy character 20%, kapasitas tubuh (body capasity) 20%, sistem perambingan (mammary system) 30%. Jumlah nilai dari ke empat sifat utama menentukan klasifikasi dari sapi perah yang dinilai, penilaian akhir dicerminkan dalam bentuk angka dan dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut excellent nilai 90 sampai 100, very good nilai 85 sampai 95, good plus nilai 80 sampai 84, good nilai 75 sampai 79, fair nilai 65 sampai 74, poor nilai 50 sampai 64 (Anonim,2012). Hasil penilaian sapi perah yang telah dilakukan untuk sapi yang terdapat pada saat praktikum di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Perah Batu Radenmenunjukkan bahwa nilai untuk sapi dengan nomor 1976 termasuk dalam kategori poor atau jelek.
Menurut Soetarno (2003), pedoman penilaian penampilan sapi perah meliputi tanda-tanda bentuk umum (General Appearance), keadaan umum sapi dapat dilihat dari kepala (tegak, halus, mata bersinar, leher ramping), tulang punggung (lurus, kuat, pinggul lebar, dan lurus), pinggul (lebar, rata, dan pangkal ekor rata), anggota gerak (lurus, bertulang halus), bentuk tubuh (kuat), besar, tidak ada tanda kasar); tanda-tanda Perangai Perahan (Dairy Temperament) aspek penilaian pada sifat perahan yaitu dilakukan penilaian pada sapi betina yang bagus (tidak tampak gemuk), tulang belikat, gumba, pinggang tulang duduk (tidak terlalu berdaging), pinggang (lebar), tulang rusuk (berjarak lebar), perangai (aktif, lincah tenang, tidak gugup), kapasitas badan (Body Capasity), aspek penilaian pada kapasitas badan meliputi penilaian pada lingkar perut dan lingkar dada penilaian perut besar, dada dalam, badan lebar dan panjang. Perut yang besar mampu menampung makanan dalam jumlah yang besar dan mampu memproduksi susu dalam jumlah yang besar; sistem mamaria (Mammary System), penilaian sistem mamaria yaitu memiliki bentuk perahudan menempel kuat, konsistensi halus dan lemas rabaanya, tidak berlemak.
Menurut Santosa (2006), penilaian dilakukan pada setiap individu ternak, kemudian dianalisis melalui penalaran yang sistematis dengan menggunakan standar skor ternak pada masing-masing bagian konformasi tubuh yang dinilai. Ternak yang memperoleh jumlah nilai tertinggi dari hasil skor yang diberikan oleh penilai adalah yang terpilih, dengan catatan bahwa penilaian harus dilakukan secara subjektif.
Ambing merupakan salah satu organ tubuh yang biasa dijadikan acuan dalam judging (menilai karakteristik ternak). Masing-masing ternak memiliki sifat khas kelenjar ambing, misal sapi dan kerbau memiliki 4 puting dengan masing-masing satu streak canal, kambing dan domba memiliki dua buah puting pada ambingnya (Taofik dan Depison, 2008).
—–
Peremajaan
Peremajaan dalam suatu industri sapi perah perlu direncanakan. Hal ini karena produksi sapi perah berupa susu dan produksinya tersebut harus kontuinitas sehingga perlu dipertahankan karena hal ini berkaitan dengan pendapatan yang dihasilkan. Data mengenai peremajaan di Tega Sari Farm meliputi persentase kelahiran dan kematian dalam 1 tahun, rasio pejantan dan betina, replacement, dan culling.
Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ternak yang dianggap kurang baik untuk diafkir (culling). Pada dasarnya mutu genetik ternak tidak nampak dari luar, yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah performansnya, oleh karena itu, harus dilakukan suatu pendugaan terlebih dahulu terhadap mutu genetiknya atas dasar performan yang ada.
Sapi yang berumur 12 tahun biasanya diafkir, karena ada gangguan pada ambing atau penyakit lainnya. Namun kadang sapi masih bisa menghasilkan susu secara teratur sampai 15 tahun, tetapi ada kalanya sapi yang sebelum 12 tahun, bahkan baru beranak pertama atau kedua. Apabila hal itu terjadi maka sapi harus segera di culling (Soetarno, 2003). Usaha pada peternakan sapi perah, kematian pedet mencapai persentase tertinggi terutama selama masa kolostrum sampai umur di bawah 3 bulan yang dapat mencapai 20% (Prihadi, 1997).
Sistem replacement yang dilakukan pada BBPTU HPT yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap ternak setiap tahun untuk mengetahui ternak yang akan diafkir dan yang akan diternakkan lebih lanjut untuk menggantikan yang sudah tua. Semua itu telah tercatat dalam data recording.
Replacement Stock merupakan pergantian induk sapi perah yang dipelihara sehingga didapatkan sapi perah yang muda dan berproduksi tinggi. Suatu usaha sapi perah sangat sering terjadi adanya pengeluaran (culling) sapi perah induk dalam setiap tahunnya yang mencapai presentase 25%, oleh karena itu, jumlah sapi dara yang akan dijadikan seagai replacement stock (Anonim, 1995).
—-
Produksi Susu
Produksi susu
BBPTU Baturaden menggunakan bangsa sapi Friesian Holstein (FH) yang mempunyai keunggulan genetik, FH mempunyai warna bulu belang hitam putih, dahi berbentuk segitiga, kepala lebar, panjang dan lurus, tanduk kecil dan pendek dan menjurus kedepan, dengan bobot badan dewasa betina 570 kg sampai 730 kg, sedangkan pada sapi jantan 800 kg- 1.000 kg, bobot pedet FH 43 kg. Pertumbuhan sapi FH biasanya lambat. Sapi perah FH mempunyai keunggulan lebih adatif dan mempunyai produksi susu yang tinggi, Untuk menampilkan keunggulan genetik tersebut diperlukan faktor luar yang mendukung.
Perbaikan genetik dalam kegiatan seleksi sapi perah biasanya ditekankan pada performan produksi susu. FH mempunyai masa laktasi 9,5 sampai 10 bulan (305 hari), dengan produksi susu 1.800 liter sampai 2000 liter per masa laktasi, dengan kadar lemak 3,5 sampai 3,7%. . Sapi FH memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan bangsa sapi perah lainnya. Bibit sapi FH didatangkan dari luar negeri (impor). Produksi susu sendiri merupakan hasil resultan antara faktor genetik dengan lingkungan. Selain dikarenakan perbedaan genetik, variasi produksi antara sapi betina dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta interaksi antar keduanya.
Sistem di BBPTU dan HPT Baturaden yang dipakai menggunakan mesin pemerah. Ada 2 jenis mesin pemerahan yang digunakan. Pertama Portable milking machine, proses pemerahan portable ambing dibersihkan dengan air bersih kemudian dilap dengan tisu dan kemudian barulah dipasang alat pemerahan. Pemerahan dilakukan selama 6 menit 30 detik setiap ekor sapi. Susu hasil pemerahan akan ditampung dalam suatu wadah, selanjutnya diangkut suatu ketempat sebelum diproses dan dikirim ke Frisien Flag Indonesia.
Sistem pemerahan yang kedua menggunakan Milking parlour. Proses pemerahan dengan milking parlour Di BBPTU Baturanden, sapi di kandang frestall akan diperah dengan milking parlour. Sapi dari kandang akan digiring ketempat pemerahan. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris miring (herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Pemerahan yang dilakukan selama 6 menit 30 detik per ekornya, Susu hasil pemerahan akan langsung dipompakan ke tangki cooling. Sebelum pemerahan ambing dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan pemerahan. Produksi susu setiap ekornya berbeda 6 sampai 10 liter. Sistem pemerahan dengan milking parlour dan portable memiliki perbedaan, dimana pemerahan dengan milking parlour susu hasil pemerahan tidak tersentuh tangan karena langsung masuk kedalam tangki cooling, pemerahan dengan portable masih tersentuh tangan karena susu hasil pemerahan akan diangkut oleh pemerah.
Peternakan sapi perah di Indonesia, umum melakukan pemerahan dengan frekuensi dua kali per hari pagi dan sore hari. Sangat jarang dilakukan pemerahan tiga kali (atau lebih) sehari dikarenakan kapasitas produksi susu per sapi relatif masih rendah, yang masih berkisar antara 10 sampai 12 liter per hari. Pemerahan di BBPTU Baturaden dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 04:30-06:30 WIB dan pada sore hari pukul 15.30 sampai 17.30 WIB. Interval pemerahan pagi dan sore selama 13 jam dan 11 jam yang berari intervalnya hamper sama dan produksi susu juga tidak akan jauh berbeda antara produksi pagi dan sore.
Menurut, pemerahan harus dilakukan dengan pelan- pelan agar sapi tidak stress saat diperah. Sapi yang stress saat diperah akan mempengaruhi jumlah produksi dan komposisi air susu. Pengeluaran susu dipengaruhi oleh hormon oksitosin, hormon oksitosin dapat bekerja 5 sampai 7 menit. Pemerahan susu pada sapi stress menyebabkan pemerahan tidak sempurna, air susu akan banyak tertinggal dalam ambing. Pemerahan BBPTU Baturaden dilakukan selama 6 menit 30 detik pada setiap sapi
Menurut Berger (1994), produksi susu menjadi prioritas utama dalam perbaikan genetik sapi perah karena pendapatan usaha peternakan sapi perah yang utama berasal dari penjualan susu. Produksi susu dipengaruhi oleh faktok luar dan faktor genetik. Sapi FH mempunyai keunggulan genetik yang produksi susunya tinggi. Menurut Syarif, E. K dan Bagus, (2011) sapi FH merupakan sapi perah yang berbadan besar dan rata-rata produksi susunya tergolong paling tinggi jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Kadar lemak susu relatif rendah, sekitar 3,5 sampai 3,7%. Menurut Dematewewa et al. (2007), sapi FH mempunyai masa laktasi panjang dan produksi yang tinggi dengan puncak produksi susu dan persistensi produksi susu yang baik.Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter per ekor per hari atau 30.050 kg perlaktasi. Produksi susu per ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya.
Tabel 5. Rataan produktivitas sapi perah FH di BBPTU Baturaden
Laktasi ke | Masa laktasi (hari) |
1 | 334,30±64,80 |
2 | 303,76±48,30 |
3 | 308,42±65,97 |
Rataan | 315,00±61,30 |
(Jurnal media peternakan, 2011)
Rataan produksi susu 305 hari tertinggi terjadi pada sapi laktasi kedua, sedangkan produksi susu 305 hari terendah terjadi pada sapi laktasi ketiga. Kondisi tubuh terbaik pada laktasi kedua, sedangkan sapi pada laktasi ketiga kondisi tubuh sudah menurun, akibat pertumbuhanyang tidak baik pada masa sebelum laktasi. Abeni et al., (2000) dan Zanton and Heinrichs (2005), menunjukkan bahwa sapi perah yang mengalami pertumbuhan terhambat dengan pertambahan bobot kurang dari 0,6 kg/hari, pada masa sebelum dan sesudah puber sampai kawin pertama akan menghasilkan produksi susu yang lebih sedikit pada laktasi selanjutnya.
Produksi susu di BBPTU di Baturaden pada pagi hari ± 627 liter/hari dan pada sore hari ± 560 liter/hari. Produksi susu pagi dan sore hari hampir sama karena dipengaruhi oleh interval pemerahan. Produksi total perharinya 1187 liter/hari. Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter per ekor per hari atau 30.050 kg/ekor perlaktasi. Produksi susu nyata pada sapi perah merupakan suatu proses yang dinamik membentuk suatu kurva (Anang et al., 2010). Kurva produksi susu pada awal laktasi akan mengalami kenaikan menuju puncak laktasi yang kemudian berangsur-angsur menurun sampai akhir laktasi (Kurniawan et al., 2012).
Pengeringan
Periode kering berguna untuk memperbaiki kondisi tubuh sapi induk setelah nutrisi dipakai selama menghasilkan susu, memperbaharui sistem sistem kelenjer ambing dan stimulasi sel-sel ambing untuk persiapan laktasi berikutnya (Anggraeni, 2006). Sapi betina yang dikeringkan atau dihentikan pemerahannya 50 atau 60 hari sebelum tanggal kelahiran bertujuan memberi kesempatan kelenjer ambing dan kondisi sapi itu sendiri pulih dari stress yang timbul selama menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1994).
Korelasi antara genetik cukup tinggi antara produksi susu dengan masa kering serta pengaruh genetik berperan cukup besar pada keragaman masa kering. Shaeffer dan Henderson (1972), mendapatkan korelasi genetik antara masa kering dengan produksi susu 305 hari pada laktasi kedua, tiga dan empat serta selanjutnya berturut-turut -0,18; -0,41; dan -0,31; serta dengan nilai heritabilitas masa kering berturut-turut 0,15; 0,33 dan 0,34.
Menurut Sfrensen dan Enevoldsen (1991), melalui suatu hasil percobaan membuktikan bahwa sapi-sapi pada laktasi pertama, produksi susu tinggi, selang beranak panjang, ataupun dengan gangguan kesehatan tertentu (pada taraf klinis) memerlukan masa kering yang tidak berbeda dengan sapi-sapi lainnya. Untuk mengeliminasi pengaruh masa kering. Menurut Schmidt et al., (1998) adalah dengan berusaha memberikan manajemen yang baik terhadap sapi-sapi laktasi, sehingga kisaran masa kering dapat dipertahankan antara 30 sampai 60 hari. Di BBPTU Baturaden pengeringan dilakukan saat umur kebuntingan sapi 7 bulan, dan terkadang ada pengeringan terpaksa karena sapi sakit, reproduksi jelek atau karena sapi stress.
Menurut (Nurdin, 2011) Selama 3 hari sebelum masa pengeringan, makanan penguat tidak diberikan dan rumput hanya diberikan lebih kuran 2/3 dari biasanya. Susu yang tidak diperah akan terkumpul dalam ambing sehingga sekresi alveoli ditekan. Jika sapi dan produksi tinggi Sudono et al., (2003) menyarankan pemberian pakan pada sapi yang sedang berproduksi atau sedang laktasi harus memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, jika jumlah dan mutu yang diberikan kurang, hasil produksi susu tidak akan maksimal. Pemberian konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari produksi susu, sedangkan untuk hijauan pemberiannya 10% dari berat badan.
Frekuensi pemerahan yang teratur akan mempengaruhi produksi susu. Pemerahan yang dilakukan lebih dari 2 kali sehari akan meningkatkan produksi susu. Pemerahan 3 kali sehari meningkatkan produksi susu 15 sampai 20% dan pemerahan 4 kali meningkatkan produksi 25 sampai 30%. Di BBPTU Batiraden pemerahan dilakukan dua kali sehari dan setiap tiga hari dilakukan pemberhentian pemerahan.
Menurut (AAK, 2008) pengeringan adalah penghentian pengeringa untuk mengakhiri masa laktasi. Sapi dengan produksi tinggi kira-kira 1½ sampai 2 bulan harus dikeringkan sebelum beranak. Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pertama pemerahan berselang, pemerahan yang dilakukan 1 kali sekali kemudian 1 kali dalam 2 hari, 1 kali dalam 3 hari. Kedua pemerahan tidak lengkap, cara ini dilakukan dengan melakukan pemerahan seperti biasa sampai air susu habis dalam 1 hari dan dilakukan beberapa hari. Ketiga pengeringan yang dihentikan tiba- tiba. Pengeringan dilakukan saat umur kebuntingan sapi 7 bulan, masa kering akan mempengaruhi produksi susu. Pengeringan yang kurang dari 60 hari atau lebih dari 80 hari akan mempengaruhi produksi susu selanjutnya. Pengeringan juga dilakukan karena sapi sakit.
Penanganan susu pasca panen
Di BBPTU Baturaden setelah pemerahan, susu yang dihasilkan akan dilakukan pengcullingan dilakukan pada suhu 10 sampai 150C selama 2 sampai 3 jam yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga air susu tahan lama. Susu akan dikirim ke PT. Frisen Flag Indonesia (FFI) di Jakarta, selain pengcullingan dan pengiriman ke FFI susu juga dikonsumsi sendiri dengan pasturisasi terlebih dahulu.
Pengolahan susu
Menurut (Murti, 2010) susu disukai oleh makhluk hidup, termasuk bakteri karena selain komposisi gizinya yang lengkap, juga karena pH susu mendekati pH normal yaitu 6,6 sampai 6,8 dan kadar air yang tinggi, yaitu 87 sampai 88%. Produk hasil ternak bersifat mudah rusak, sehingga perlu adanya pengolahan agar susu tidak cepat rusak. Pendinginan, pasturisasi , Susu pasturisasi atas dasar suhu pembuatan dibagi 3 yakni suhu rendahwaktu lama, suhu tinggi waktu singkat, suhu sterisasi/ UHT. Berdasarkan sistem pengolahannya menggunakan penyemprotan air panas melalui dinding tangki, mengalirkan air panas melalui pipa pada tabung, perendaman dengan air panas. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil untuk kisaran suhu yang digunakan untuk susu pasteurisasi adalah sebagai berikut,
Tabel 6. Suhu untuk susu pasteurisasi
Temperatur | Waktu |
70 0 C | 150 menit |
72 0 C | 30 menit |
74 0 C | 6 menit |
76 0 C | 72 detik |
(AAK, 2008)
Menurut Murti, (2010) menyatakan bahwa perlakuan pendinginan pada suhu 0,550 C menghasilkan susu beku, pada suhu 10 sampai 150 C menghasilkan susu dingin, sedang perlakuan dengan panas pada suhu 760 C menghasilkan produk susu pasteurisasi pada suhu >1000 C menghasikan susu sterilisasi, serta perlakuan lainnya.
Uji kualitas
Susu dari segi kimia yaitu mengandung zat kimia organis ataupun anorganis berupa zat padat dan air. Kualitas fisik susu detentukan berdasarkan berat jenis (BJ), pH, titrasi keasaaman dan organoleptik (bau, warna, dan rasa). Murti (2002), menyatakan bahwa susu segar normal mempunyai aroma (flavor) yang tidak mudah mendefenisikan dengan terminologi yang tepat, dicirikan melewati bau, rasa dan tekstur yang lembut yang merupakan hasil kombinasi komposisii yang terkandung dalam susu (lemak, protein, laktosa dan mineral).
Penilaian mutu susu segar hanya pada penilaian organoleptik (meliputi penilaian terhadap warna, rasa dan aroma), fisika- kimia (meliputi pH dan protein) serta mikrobiologi (Resazurin Test). Kualitas fisik susu segar dapat diamati dengan metode penentuan berat jenis susu (BJ susu), derajat keasaman (pH susu), dan beberapa pengamatan lain yang sederhana, seperti uji alkohol dan uji didih/masak (Susilorini dan Sawitri, 2007).
Berikut adalah hasil uji susu yang dilakukan di BBPTU Baturaden.
Tabel 7. Uji kualitas susu yang dilakukan di BBPTU
No. | Uji kualitas susu yang Dilakukan | Keterangan | Syarat SNI |
1 | Uji Alkohol | Negatif | Negatif |
2 | Uji BJ (berat jenis) | – | 1,0280 |
3 | Uji Resazurin | – | – |
4 | Uji AB | – | 6 sampai 70 SH |
5 | Uji Komposisi susu | – | – |
Menurut (AAKair susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, perkesatuan volume air susupun mengembang pula menjadi ringan dan sebaliknya, dengan pendinginan, air susu akan menjadi lebih berat, oleh karena itu, di Indonesia berat jenis air susu itu ditetapkan pada temperature 27,5 0 C (suhu kamar) atau untuk mengukur seperti yang dikehendaki, temperaturnya harus disesuaikan lebih dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki berat jenis 1,027 sampai 1,031 pada temperatur 27,50C.
Uji resazurin merupakan prioritas atau faktor utama dalam penilaian mutu bahan baku susu segar diterima atau ditolak. Faktor kedua adalah protein, dan ketiga adalah warna, rasa, aroma dan pH. Menurut Susilorini dan Sawitri (2007), produksi dan kualitas susu dari seekor sapi perah dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu genetik (25 sampai 30%) dan lingkungan (70 sampai 75%). Salah satu pengujian mutu susu adalah logika fuzzy, penilaian mutu dengan logika fuzzy untuk susu segar berkisar antara 5,5 sampai 9,dan dibawah kisaran tersebut susu segar akan ditolak. Susunan zat- zat yang terkandung dalam air susu rata-rata (AAK, 2008) sebagai berikut air 87,70%, bahan kering 12,10%, bahan kering tanpa lemak 8,60%, lemak 3,45%, putih telur 3,20%, kasein (bahan keju) 2,70%, Albumin 0,50%, lactose 4,60%, mineral 0,85% dan berbagai vitamin.
Syarat mutu susu segar menurut SNI (Standar Nasional Indonesia), yaitu:
Tabel 8. Syarat mutu susu segar menurut SNI
Karakteristik | Syarat |
Berat jenis (pada suhu 27,50 C) minimum | 1,0280 |
Derajat asam | 6 sampai 70 SH |
Uji alkohol (70%) | Negatif |
Kadar lemak minimum | 3,0 % |
Kadar protein minimum | 2,7% |
Warna, bau, rasa dan kekentalan | Tidak ada perubahan |
Pemasaran Produk Peternakan
Jenis produk yang dihasilkan dan harga
BBPTU-HMT (Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul – Hijauan Makanan Ternak) adalah balai besar yang dibuat pemerintah untuk menghasilkan bibit-bibit unggul. Selain menghasilkan bibit unggul, di balai besar ini juga menghasilkan susu sebagai salah satu produksinya. Susu yang dihasilkan merupakan susu dari indukan sapi yang baru saja melahirkan. Susu yang dihasilkan di balai besar ini memiliki kualitas yang cukup baik dengan jumlah yang cukup banyak. Peternakan BBPTU-HPT Baturaden menghasilkan susu kurang lebih liter per hari. Dengan hasil susu yang cukup memadai, balai besar ini mengeluarkan produk susu dan memasarkan produk tersebut. Pemasaran produk adalah satu komponen pasca produksi yang perlu mendapatkan perhatian lebih karena pemasaran merupakan salah satu kunci dalam pengembangan usaha. Sebagai komoditas yang mudah rusak (perisable), pemasaran susu segar harus mendapatkan perhatian yang serius (Sugiharti dan Ivana, 2011). Tujuan BBPTU-HMT memasarkan produk susu dan hasil olahannya adalah untuk menambah income peternakan serta berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan susu pada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di sekitar Baturaden.
Produk olahan susu yang dipasarkan oleh balai besar ini ada beberapa macam, yaitu susu dalam bentuk segar, permen susu, dan susu pasturisasi. Untuk susu dalam bentuk segar dijual dengan harga Rp 5000/liter dan dalam bentuk susu pasturisasi dijual dengan harga Rp 1500/cup. Dalam memasarkan hasil produksi susunya sampai kepada konsumen akhir, seringkali produk yang dipasarkan telah melalui beberapa lembaga pemasaran yang ada. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan produsen dalam menjalankan fungsi pemasaran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa produsen memasarkan produk susu langsung kepada konsumen akhir.
Sistem pemasaran merupakan cara memasarkan hasil. Sistem pemasaran dikenal dengan sistem pemasaran tunggal, pemasaran berganda dan pemasaran bertahap. Untuk saat ini para peternak sering menggunakan sistem pemasaran berganda. Sistem pemasaran berganda ini memakai lebih dari satu cara untuk memasarkan produknya. Pada sistem ini bukan hanya kepada pengumpul saja suatu produk dipasarkan, tetapi juga kepada distributor, pedagang besar, pabrik makanan, hotel, restoran ataupun konsumen akhir. Panjang pendek saluran pemasaran akan menentukan kualitas susu segar sehingga akan berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya, keuntungan, margin pemasaran serta efisiensinya (Sugiharti dan Ivana, 2011). pemasaran yang digunakan BBPTU-HPT adalah sistem pemasaran berganda. Untuk produk susu dalam bentuk susu segar, dari ruangan pengolahan susu sebagian besar langsung diserahkan kepada FFI dan sebagian lainnya pasarkan kepada konsumen disekitar Baturaden.
Dalam distribusi produk, BBPTU-HPT mengalami kendala yang menghalangi pemasaran secara luas, kendala itu adalah produk kontrol dan susahnya mengurus surat izin dari badan POM. Balai besar ini sudah mengurus surat izin dari badan POM , namun dalam prosesnya selalu dipersulit dengan berbagai alasan seperti kualitas, fsilitas, dan lain – lain.
Distribusi dan pemasaran
Sistem pemasaran merupakan cara memasarkan hasil. Sistem pemasaran dikenal dengan sistem pemasaran tunggal, pemasaran berganda dan pemasaran bertahap, untuk saat ini para peternak sering menggunakan sistem pemasaran berganda. Sistem pemasaran berganda ini memakai lebih dari satu cara untuk memasarkan produknya. Pada sistem ini bukan hanya kepada pengumpul saja suatu produk dipasarkan, tetapi juga kepada distributor, pedagang besar, pabrik makanan, hotel, restoran ataupun konsumen akhir. Tentu saja ini memerlukan lembaga, karena tidak mungkin semua itu dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan produksi peternakan (Rasyaf,1996). Sistem pemasaran yang digunakan BBPTU-HPT adalah sistem pemasaran berganda, untuk produk susu dalam bentuk susu segar, dari ruangan pengolahan susu sebagian besar langsung diserahkan kepada FFI dan sebagian lainnya pasarkan kepada konsumen disekitar Baturaden.
Dalam distribusi produk, BBPTU-HPT mengalami kendala yang menghalangi pemasaran secara luas, kendala itu adalah produk kontrol dan susahnya mengurus surat izin dari badan POM. Balai besar ini sudah mengurus surat izin dari badan POM, namun dalam prosesnya selalu dipersulit dengan berbagai alasan seperti kualitas, fasilitas, dan lain – lain.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa BBPTU-HPT Baturraden sudah memiliki manajemen pemeliharaan yang cukup baik. BBPTU-HPT Baturraden sudah memenuhi persyaratan yang sesuai untuk peternakan dengan program pembibitan sapi perah yang baik dan unggul.
Saran
Pelaksanaan praktikum perlu manajemen waktu yang lebih baik, agar pelaksanaan praktikum dapat menyeluruh dan mengetahui keseluruhan program dan data dalam manajemen pembibitan peternakan sapi perah.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius Yogyakarta.
AAK. 2008. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius.Yogyakarta.
Abidin, Z., 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka.Yogyakarta.
Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi Perah http://azisadeaja.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Agus, A. 2008. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT Citra Adi Parama. Yogyakarta.
Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
Anggraeni, Anneke, 2003. Keragaman produksi susu sapi perah:kajian pada factor koreksi pengaruh lingkungan internal. Vol. 13, 3 Mei 2014.
Anonim, 2012. http://kelasfapetc2010.files.wordpress.com/2012/10/mtp03 _pencatatandan-pemuliaan.pdf. Diakses pada hari Selasa, 27 Mei 2014 jam 17.25 WIB.
Anuragaja. 2012. Buku Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1990. Pedoman Identifikasi Faktor-Faktor Penentu Teknis Peternakan (Impact Point). Jakarta.
Dudi., Dedi Rahmat., Tidi Dhalika. 2006. Evaluasi Potensi Genetik Sapi Perah Fries Holland (FH) Di Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari Kabupaten Sumedang (Evaluation of Dairy Cattle Genetic Potency of FriesHolland (FH) in KSU Tandangsari Sumedang). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Ermawati, Yuni. 2007. Pengelolaan Kandang Ternak.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jawa Tengah.
Farhan. 2008. Beternak Sapi Perah. http://caraberternak.com/cara-beternak-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2014
Hungerford, T.G. 1990. Disease of Livestock. McGraw-Hill Book Co. Australia.
Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan Friesien Holstein di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Mansyur, M. S. 2010. Hubungan antara Ukuran Eksterior Tubuh terhadap Bobot Badan pada Sapi Peranakan Ongole (PO) Jantan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Murti, T. W. 2007. Ilmu Ternak Perah (Dairy Science). Laboratorium Ilmu Ternak Perah dan industri Persusuan. Fakultas Peternakan UGM.Yogyakarta.
Murti, T. W. 2010. Pasca panen dan industri susu. Fakultas peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Ngadiyono, Nono. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Oktaviani, T. T. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) Di Kecamatan Musuk Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Prihadi, S. 2008. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Petenakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rianto, Edy. 2004. Kandang Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.
Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi Perah. http://www. rohmad. com/2011/11/ meraup-untung-dari-sapi-perah.html.Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta
Saptono, H. S. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sariislamia. 2011. Jenis dan Tata Cara Pemeliharaan Sapi Perah.http://angginasarisalmi.wordpress.com/ 2011 /01 / 25 / ppkh- jenis- dan-tata-cara-pemeliharaan-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 18 Maret 2014.
Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soetarno, Timan. 2000. Ilmu Reproduksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soetarno, T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Press.
Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syarif, E. K dan harianto, bagus, 2011. Buku pntar beternak dan bisnis sapi perah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka
Tabany, dkk. 2011. Hubungan Masa Kosong dengan Produktivitas pada Sapi Perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia.bogor : institute pertanian bogor
Taofik, A., Depison. 2008. Hubungan antara Lingkar Perut Dan Volume Ambing dengan Kemampuan Produksi Susu Kambing Peranakan Ettawa. Universitas Bandung Raya. Bandung.
Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tridjoko W. Murti, dkk. Kajian kualitas fisik. Kimia dan sensoris susu pasteurisasi pada pasteurizer berbeda. Yogyakarta: Fakultas Peternakan universitas gadjah mada
Wuono D.B ., ARYoGi, D. PAMUNGKAS den L. AFFANDHY . 1994 . Tampilan estrus pertama sapi perah dare berdasarkan umur den beret badan. Proc. Perternuan ilmiah den Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Sub Balai Penelitian Temak, Grati.
Posting Komentar untuk "LAPORAN PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK PERAH – BBPTU BATURADEN"